Menakar Intermediary Liability: Tantangan Platform Digital dalam Mengawasi Deepfake Sexual Content
Keywords:
Intermediary Liability, Kepastian Hukum, Konten Ilegal, Deepfake Sexual Content, Platform DigitalAbstract
Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) mendorong munculnya deepfake sexual content yang memanipulasi citra dan suara seseorang untuk tujuan seksual tanpa izin, sehingga menimbulkan bentuk baru kekerasan seksual berbasis digital. Penyebarannya melalui platform digital menghadirkan persoalan serius mengenai intermediary liability atau tanggung jawab platform sebagai perantara informasi. Meskipun Indonesia telah memiliki sejumlah regulasi seperti UU ITE 1/2024, UU TPKS 12/2022, Permenkominfo 5/2020, dan UU PDP 27/2022, belum terdapat pengaturan yang spesifik dan komprehensif terkait kewajiban preventif dan akuntabilitas platform dalam mencegah serta menindak konten deepfake seksual. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif melalui analisis peraturan perundang-undangan, doktrin, dan praktik internasional untuk mengidentifikasi kekosongan hukum (lacuna legis) dan tantangan implementasi perlindungan korban. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiadaan standar tanggung jawab yang jelas menyebabkan platform digital beroperasi dalam ruang abu-abu hukum, sementara korban kesulitan memperoleh pemulihan efektif. Oleh karena itu, penelitian ini merekomendasikan model intermediary liability berbasis notice-and-takedown, due diligence obligations, dan kewajiban transparansi platform, serta urgensi pembentukan otoritas pengawas layanan digital untuk memperkuat kepastian, perlindungan, dan akuntabilitas hukum dalam menghadapi kejahatan seksual berbasis deepfake di Indonesia.






